Cilacap, Faktajurnal.com — Penulisan Mushaf Al-Qur’an Wijayakusuma Al-Irfani menjadi lebih dari sekadar karya seni kaligrafi. Ia tumbuh sebagai perjalanan spiritual, budaya, dan keilmuan yang berakar dari Cilacap. Melibatkan para kaligrafer, pentashih, akademisi, hingga para pengasuh pesantren, mushaf ini diharapkan menjadi kebanggaan masyarakat Cilacap serta kontribusi penting bagi khazanah seni Islam Nusantara.
Pengasuh Pesantren Kaligrafi Sandikala, KH. Midhan Anis, S.Sy., M.M., menjelaskan bahwa Sandikala bermula dari sebuah sanggar kecil. Gagasan membangun wadah pembinaan seni kaligrafi muncul setelah sahabatnya, Ustadz Awaluddin, mendorong agar karya-karya yang dihasilkan tidak berhenti sebagai hobi, melainkan menjadi ruang pembelajaran seni Islam di Cilacap.
Pada 13 Mei 2018, langkah besar dimulai dengan menghadirkan ahli kaligrafi internasional dari Kudus dalam kegiatan melukis bersama di Benteng Pendem. Acara itu diikuti pelukis lokal, peserta MAPSI, dan komunitas seni, lalu berlanjut setiap tahun pada Hari Jadi Cilacap maupun momentum Muharram di Pertamina. Rangkaian kegiatan ini melahirkan generasi baru kaligrafer Cilacap, yang mulai menorehkan prestasi dari tingkat kabupaten hingga provinsi. Tahun ini menjadi penanda khusus karena untuk pertama kalinya Cilacap mengirimkan peserta kaligrafi ke MTQ Provinsi dan meraih Juara Harapan 1 dan 3.
Dukungan para guru, tokoh agama, dan masyarakat kemudian mendorong sanggar kecil itu berkembang menjadi Pesantren Kaligrafi Sandikala, yang kini juga berperan sebagai pusat pengembangan kaligrafi digital dan manuskrip.
KH. Mohammad Assiry, S.H., M.Dn., Peka dari Kudus menyampaikan bahwa penulisan Mushaf Wijayakusuma dikerjakan dengan sistem tim yang terbagi dalam beberapa divisi, mulai dari sketsa, penulisan ayat, tahqiq dan tashih, desain ornamen, hingga finishing. Desain awal dibuat secara digital sebagai blueprint, kemudian dicetak dan dilanjutkan dengan penulisan manual agar tetap memiliki karakter artistik dan autentik. Ukuran mushaf ditetapkan 79 × 109 cm, menjadikannya salah satu mushaf berukuran besar di Indonesia. Gaya penulisannya menggunakan khat Usmani standar Indonesia dengan sentuhan gaya Hafasy, Muhammad, dan Hoki Affandi untuk menghasilkan karakter tulisan yang elegan dan harmonis.
Mushaf ditargetkan selesai 30 juz dalam waktu satu tahun, sebelum nantinya dicetak massal dan dibagikan kepada masyarakat.
Filosofi mushaf ini diperkuat dengan ragam ornamen bernuansa Nusantara. Ustadz Irfan Ali Nasrudin, S.H.I., pemilik Sanggar Kaligrafi Hilyatul Qalam Tegal, menjelaskan bahwa identitas utama mushaf terletak pada ornamen Bunga Wijayakusuma, simbol kemenangan agung yang menjadi bagian dari sejarah Cilacap. Motif lain yang turut menghiasi antara lain meranti Jawa atau paler dari Nusakambangan, motif cengkeh dan pala, serta unsur dekoratif dari Papua, Dayak, Aceh, NTT, Cirebon, hingga motif songket. Perpaduan berbagai elemen ini menghadirkan karakter mushaf yang mencerminkan keberagaman budaya Indonesia.
Penulisan Mushaf Wijayakusuma Al-Irfani menjadi ikhtiar bersama para seniman, ulama, akademisi, dan generasi muda muslim Cilacap dalam melahirkan warisan spiritual dan budaya bernilai tinggi. Dengan dukungan BAZNAS Kabupaten Cilacap, para ulama, pesantren, dan masyarakat, mushaf ini diharapkan menjadi penanda penting seni Islam Nusantara, hadir dari Cilacap untuk Indonesia dan dunia. (Slh).

.jpg)
.jpg)
.jpg)